Minggu siang di sebuah mall, seorang bocah lelaki berumur delapan tahun
berjalan menuju ke sebuah gerai tempat penjual es krim. Karena pendek,
ia terpaksa memanjat untuk bisa "melihat" si pramusaji.
Penampilannya yang lusuh sangat kontras dengan suasana hingar-bingar mall yang serba wangi dan indah.
"Mbak, sunday cream harganya berapa?" si bocah bertanya.
"Lima ribu rupiah," yang ditanya menjawab.
Bocah
itu kemudian merogoh duit recehan dari kantungnya. la menghitung
recehan di telapak tangan dengan teliti sementara si pramusaji menunggu
dengan raut muka tidak sabar. Maklum, banyak pembeli yang lebih
"berduit" antre di belakang pembeli ingusan ini.
"Kalau Plain Cream berapa?"
Dengan suara ketus setengah melecehkan, si pramusaji menjawab, '"Tiga ribu lima ratus!!."
Lagi-lagi
si bocah menghitung recehannya. "Kalau begitu saya mau sepiring plain
cream saja, Mbak."
Kata si bocah sambil memberikan uang sejumlah harga
es yang diminta.
Si pramusaji pun segera mengangsurkan sepiring plain cream.
Beberapa
saat kemudian, si pramusaji membersihkan meja dan piring kotor yang
sudah ditinggalkan para pembeli. Ketika mengangkat piring es krim bekas
dipakai bocah tadi, ia terperanjat. Di meja itu terlihat dua keping uang
logam lima ratusan serta lima keping recehan seratusan yang tersusun
rapi. Ada rasa penyesalan tersumbat di kerongkongan. Sang pramusaji
tersadar, sebenarnya bocah tadi bisa membeli sundae cream. Namun, ia
mengorbankan keinginan pribadi dengan maksud agar bisa memberikan tip
bagi si pramusaji.
(from: cerita bijak tentang makna kehidupan)
Terkadang
banyak orang menilai dan memandang rendah orang lain dari penampilan
dan status sosialnya saja.. menilai "Buah hanya dari kulitnya” saja,
menebak.. tanpa mengenal lebih jauh.
Catatan ini hanya ingin menggambarkan sebuah seni dalam menilai orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar